Oleh:  Nugraha AMijaya
Salam sukses dan bahagia selalu untuk kita,
Saudaraku yang budiman,
Tuhan  mengajarkan kepada kita tentang MARAH. Ketika keindahan dan kebaikan  alam memanjakan kita, menyediakan kebutuhan kita. Dengan atau tanpa kita  sadari, kita berlomba-lomba memanfaatkan keindahan dan kebaikan alam  melebihi kebutuhan kita, guna memenuhi hasrat atas nama keinginan. Dan  kita akhirnya merusak keindahan, mengkontaminasi kebaikan hingga datang  bencana, meninggalkan kehancuran. Saat itu Tuhan menunjukkan sikap  Marah, agar kita sadar akan ukuran kebutuhan kita yang sebenarnya dan  mau bersyukur akan nikmat yang diberikan-Nya melalui tindakan menjaga  keindahan dan kebaikan alam tersebut. Namun ada waktunya Tuhan  mengembalikan bencana menjadi hikmah dan anugrah. Dan waktu itulah  sebagai momen bagi kita untuk berpikir dan sadar akan peran dalam  menjaga keseimbangan.
Sejenak mari kita merenung, mengenang  saat-saat kita tanpa kendali marah kepada orang lain. Mengapa kita  marah? Bagaimana kita bisa hilang kendali ketika marah? Dan bagaimana  akhirnya kita menyesal atau bertanya alasan harus marah?
Hakikatnya  semua manusia adalah pelayan. Kita melayani orang lain, berharap orang  lain seperti yang kita inginkan, namun terkadang kita tidak menyadari  ukuran pelayanan yang dibutuhkan orang lain untuk puas dan bahagia. Kita  terkadang lupa untuk melihat sudut pandang orang lain pada saat  memberikan pelayanan, sehingga berdampak kemarahan ketika orang lain  tidak memberikan apresiasi positif terhadap pelayanan maksimal yang kita  berikan. 
Kita akan marah jika kita memposisikan diri seperti  balon yang terus dipompa mengikuti keinginan orang lain, lebih besar,  lebih besar lagi dan akhirnya "duarrr" pecah tanpa pernah mampu memenuhi  keinginan orang lain. Terkadang kita mempunyai idealisme, keinginan  besar untuk memberikan kontribusi dalam memuaskan orang banyak, sehingga  kita hanya menjadi orang yang mengikuti keinginan orang lain, tanpa  menjelaskan batasan kemampuan yang kita miliki. Dan kita berusaha, terus  berusaha mengoptimalkan kemampuan dan pemikiran kita, namun ketika  orang lain belum merasakan kepuasan, sedangkan kita sudah berada pada  kondisi puncaka, maka yang terjadi emosi kita berbicara, "mengapa mereka  tidak menghargai usaha kita? Mengapa mereka tidak berterima kasih  kepada kita? Mengapa...dan mengapa...?"
Disaat kita marah karena  tubuh dan pikiran kita berada pada kondisi lemah dan kecapean. Tanda  sadar kita menunjukkan sisi lemah kita, menunjukkan emosi tanpa  terkendali, dan akhirnya menghancurkan citra yang terbangun, hubungan  yang terjalin, dan mengasingkan diri. Namun kondisi ini adalah normal,  butuh waktu bagi kita menetralkan emosi dan pikiran, mengarahkan menjadi  dominan positif, karena pada saatnya, kesadaran akan mengajarkan hikmah  kebaikan, menjadikan kita berubah menjadi pribadi dewasa dan bijak. 
Saudaraku,  marilah kita menjadi pelayan yang tahu kebutuhan orang yang kita  layani, sehingga kita mampu memberikan pelayanan sesuai kebutuhannya.  Menjalin komunikasi terbuka diantara kita dan orang lain. Sehingga kita  mampu mengendalikan marah kita. marah memang ungkapan normal setiap  manusia, namun menjadi tidak normal jika membuat orang antipati kepada  kita dan tubuh kita menjadi tidak seimbang dari sisi kesehatan.
Salam inspirasi,
Nugraha AMIjaya
Kamis, 8 Desember, 2011 09:57
Tidak ada komentar:
Posting Komentar