Hore, Hari Baru! Teman-teman.
Catatan Kepala: ”Tak seorang pun mengetahui dimana batas tertinggi kemampuan dirinya, sehingga kata ’maksimal’  tidak cocok untuk kita gunakan.” 
Bisakah  Anda sebutkan pencapaian apa saja yang sudah berhasil Anda raih dalam  hidup? Maksud saya, pencapaian yang benar-benar layak untuk dibanggakan.  Jika Anda punya banyak pencapaian seperti yang saya maksudkan itu;  silakan buat dalam sebuah daftar yang panjang. Ada orang-orang yang  sedemikian mudah mengenali pencapaian pribadinya. Lalu dengan penuh  percaya diri menyebutkan pencapaian pribadinya itu satu demi satu. Ada  juga orang-orang yang memilih diam saja, karena tidak yakin apakah  mereka telah berhasil meraih sebuah pencapaian pribadi yang benar-benar  bermakna dan pantas dibanggakan itu. Siapa yang paling jujur? Siapa yang  paling benar? 
Orang  bisa saja hanya sekedar ‘mengklaim’; sehingga bisa menyebutkan ini dan  itu, padahal belum tentu benar begitu. Orang bisa juga terlalu rendah  hati, sehingga meskipun pencapaian pribadinya banyak tapi mereka tidak  menilainya sebagai sesuatu yang pantas dibanggakan. Sekalipun demikian,  ada satu kesamaan pada semua orang, yaitu; tak seorangpun yang telah  berhasil menggunakan seluruh daya dirinya secara maksimal. Mengapa?  Bahkan kita tidak pernah tahu dimana batas tertinggi kemampuan kita yang  sesungguhnya itu. Jika Anda masih bingung dengan apa yang bisa  dibanggakan, maka kebingungan itu akan hilang jika sudah mampu  mengoptimalkan potensi diri Anda. Dan jika Anda merasa bangga dengan  pencapaian yang selama ini Anda raih, maka kebanggaan itu tentu akan  jauh lebih besar lagi jika Anda telah berhasil menggunakan kapasitas  diri yang  Anda miliki itu lebih banyak lagi. Faktanya, kita belum benar-benar  mendayagunakan potensi diri yang kita miliki. Bagi Anda yang tertarik  menemani saya belajar mendayagunakan potensi diri, saya ajak memulainya  dengan memahami 5 sudut pandang Natural Intelligence berikut ini: 
1.      Pencapaian Anda belum seberapa.  Saya tidak bermaksud menyinggung Anda jika mengatakan bahwa pencapaian  Anda belum seberapa. Tak usah tersinggung, karena saya tidak  membandingkan diri Anda dengan orang lain. Saya mengatakan demikian  karena saya percaya bahwa kapasitas diri Anda jauh lebih besar daripada  pencapaian yang sudah berhasil Anda raih hari ini. Saya pribadi pun  demikian. Jika ditengok kebelakang; pencapaian saya tidaklah buruk-buruk  amat. Bahkan beberapa diantaranya melampaui yang bisa dilakukan oleh  orang  lain. Tetapi, saya sadar benar bahwa pencapaian saya belum seberapa.  Bukan dengan membandingkannya dengan teman atau tetangga saya. Melainkan  fakta bahwa didalam diri saya terdapat sedemikian besar potensi diri  yang belum tergali. Maka saya tidak ragu untuk mengatakan bahwa  pencapaian Anda itu belum seberapa. Sama seperti belum seberapanya  pencapaian yang bisa saya wujudkan, jika dibandingkan dengan potensi  diri saya yang sesungguhnya.
2.      Anda berhak mendapatkan yang lebih baik.  Sudah baikkah pencapaian Anda hari ini? Mungkin Anda sudah memperoleh  penghasilan seperti yang Anda cita-citakan. Mungkin Anda sudah menjadi  Manager, atau Direktur. Bahkan Presiden Direktur untuk sebuah perusahaan  besar yang terkenal. Izinkan saya untuk mengatakan bahwa betapapun  tingginya pencapaian Anda hari ini; Anda berhak mendapatkan yang lebih  baik dari itu. Kenapa? Karena Anda memiliki lebih banyak hal lagi yang  selama ini belum digunakan secara maksimal. Silakan tanyakan kepada diri  Anda; jika setiap hari Anda lebih rajin 1% dari biasanya. Berapa banyak  lagi yang bisa Anda hasilkan. Jika setiap hari Anda lebih terampil lagi  dari sebelumnya; berapa banyak lagi yang bisa Anda selesaikan dari yang  selama ini. Jika setiap hari, saya bersedia memberikan kontribusi  sedikit lebih banyak lagi kepada perusahaan; betapa prestasi saya akan  menjadi semakin baik. Semakin tidak tertandingi. Dan itu menjadikan kita  seorang pribadi yang memiliki kesempatan untuk mendapatkan yang lebih  baik lagi dari yang sekarang. Jadi, bagaimana jika mulai sekarang; kita  berkomitmen untuk lebih rajin, lebih produktif, dan lebih kontributif  dari sebelumnya? Yu’, ya’, yu…
3.      Asahlah di sisi yang tepat.  Merasa diri berhak mendapatkan ‘yang lebih baik’ itu seperti pisau  bermata dua. Hal itu bisa memotivasi kita untuk terus melaju kencang  berjuang tanpa kenal lelah. Terus menerus mengeksplorasi potensi diri  untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Itu sisi baiknya. Tapi  hati-hati, karena sisi buruknya pun tidak kalah tajamnya. Misalnya; kita  sering merasa bahwa sesuatu itu adalah ‘hak kita’. Maka kita pun  mengambilnya. Atau, merasa bahwa kita dibayar dibawah yang semestinya.  Maka kita pun hitung-hitungan dalam soal pekerjaan. Atau, merasa bahwa  orang lain telah merenggut sesuatu yang seharusnya kita dapatkan. Maka  kita pun melakukan segala cara untuk menjegalnya. Bergantung sisi mana  dari pisau itu yang paling sering Anda asah. Sisi baiknyakah atau sisi  buruknya. Jika kita lebih rajin mengasah sisi buruknya,  hati-hati; karena cepat atau lambat, pisau itu akan melukai Anda. Namun  jika Anda bersedia untuk menajamkan sisi baiknya, maka berbahagialah.  Karena Anda akan semakin mampu ‘menajamkan’ kehandalan kualitas diri  Anda.
4.      Bersihkanlah ‘penangkap’ sinyalnya. Sering  tidak mudah untuk membedakan kebaikan dengan keburukan. Kita merasa  benar, padahal salah. Kita merasa baik, padahal buruk. Makanya, kita  sering melihat orang ‘tidak mengaku’ telah melakukan keburukan meski  fakta dan bukti sudah memadai. Mengapa bisa begitu? Kata guru kehidupan  saya, hal itu terjadi karena ‘cermin didalam dirinya sudah kotor’.  Cermin yang beliau maksud adalah hati nurani. Setiap perbuatan kita  memancarkan energy sesuai dengan ‘nilainya’ masing-masing. Keburukan  memancarkan energy buruk. Kebaikan menebarkan energy baik. Norma  umum sering dapat dengan mudah menangkap energy itu. Makanya, kita  semua sepakat bahwa mengambil sesuatu yang bukan hak kita itu buruk.  Namun, mengapa ketika melakukannya kita tidak merasa itu sebagai sebuah  keburukan? Karena cermin diri kita tidak dapat menangkap sinyal  keburukan itu dengan baik. Maka, penting untuk selalu membersihkan hati  nurani kita. Karena dialah yang bisa membantu kita untuk menangkap  sinyal yang mengontrol baik dan buruknya akhlak atau perilaku kita.
5.      Periksalah laporan rugi laba.  Bukan  hanya perusahaan yang membutuhkan laporan rugi-laba. Setiap pribadi pun  memerlukannya. Mengapa? Borad of Directors wajib memberikan laporan  tahunan kepada pemilik perusahaan melalui rapat umum pemegang saham.  Setiap pendapatan dihitung ‘plus’ sedangkan setiap pengeluaran bernilai  ‘minus’. Jika plus lebih banyak dari minus, maka perusahaan mencetak  laba. Sang pemilik, tentu merasa senang. Begitu pula dengan kita sebagai  seorang  insan. Kita adalah Direktur Utama bagi diri kita sendiri. Siapakah  pemilik diri kita jika bukan yang menciptakannya? Setiap perilaku baik  kita dicatat ‘plus’ sedangkan perilaku buruk kita bernilai ‘minus’.  Jika  dibandingkan antara ‘plus’ dan ‘minus’ seluruh perilaku kita itu;  apakah ‘laporan pembukuan pribadi kita’ mencetak laba atau sebaliknya?  Semua perusahaan selalu memeriksa laporan keuangannya secara berkala.  Bukan hanya menjelang Rapat Umum Pemegang Saham saja. Begitu pula  mestinya kita. Secara berkala perlu memeriksa laporan pembukuan rugi  laba. Jangan sampai tidak menyadari jika ‘bottom line’ kita ternyata  negatif karena perilaku buruk kita lebih banyak dari perbuatan baik.  Rapat dengan pemegang saham ada jadwalnya. Sedangkan ‘rapat’ kita dengan  sang pemilik diri; tidak terjadwal secara pasti. Karena itu bisa  terjadi tahun depan, minggu depan, atau hari ini. Maka penting  untuk memeriksa dan memastikan ada laba dalam buku pribadi kita.
Sesungguhnya,  setiap manusia memiliki segala kelengkapan diri, sekaligus kemerdekaan  untuk menentukan nasibnya sendiri. Makanya, didalam diri manusia ada  potensi untuk melakukan kebaikan maupun keburukan. Namun, Tuhan  mengingatkan bahwa ”Orang-orang yang menyucikan dirinya, pasti  mendapatkan keuntungan. Sedangkan orang-orang yang mengotori jiwanya  akan memperoleh kerugian.” Tidak semudah membalikkan telapak tangan  untuk menjadikan perusahaan yang merugi bisa menuai laba. Namun, untuk  mengubah diri dari pribadi yang rugi menjadi insan yang beruntung  tidaklah terlalu sulit. Cukup melakukan dua hal saja; Satu,  membersihkannya dengan taubat dan permintaan maaf. Dua, menggeser  perbuatan buruk dengan perbuatan baik. Itulah sebabnya mengapa; Tuhan  memberi hati kita kecederungan kepada kebaikan.  Karena Tuhan ingin kita lebih banyak mendayagunakan potensi diri yang  baik. Untuk hal-hal yang baik.
Mari Berbagi Semangat!
Catatan Kaki:
Kita  memiliki potensi diri yang sama baiknya dengan orang lain; hanya saja,  mungkin kita tidak segigih mereka dalam mendayagunakannya.
Silakan  di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung  saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai  tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya. 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar