Hore, Hari Baru! Teman-teman.
Catatan Kepala: ”Segala sesuatu yang ditelantarkan akan lebih cepat rusak dibandingkan dengan sesuatu yang digunakan setiap hari.” 
Judul  tulisan saya terkesan sangat sadis sekali. Seolah-olah kita ini sudah  sedemikian putus asanya sehingga diri sendiri pun disia-siakan. Kita,  memang tidak sampai membuat diri sendiri terlantar seperti mereka yang  sudah kehilangan kesadaran dirinya. Namun, jika ditilik lebih dekat  lagi; ada begitu banyak potensi diri kita yang sampai saat ini belum  kita daya gunakan. Kita tahu jika kita mampu, namun kita tidak  melakukannya – misalnya. Kebiasaan untuk bekerja setengah-setengah juga  menunjukkan jika kita masih suka menyia-nyiakan diri kita sendiri.  Demikian pula halnya jika kita masih senang berkilah; “Saya akan  melakukannya, jika saya sudah menjadi blablabla…” Meski kita rajin  merawat tampilan fisik kita – namun jika sikap kita masih seperti – maka  itu menunjukkan bahwa kita menyia-nyiakan diri kita sendiri.
Saya  memiliki sepeda BMX berwarna silver. Ada dua sepeda lainnya milik  anak-anak saya. Bedanya, mereka menggunakan sepeda itu setiap hari,  sedangkan saya sudah sangat lama sekali tidak menyentuhnya. Sore itu,  saya berniat bermain sepeda dengan anak-anak. Namun niat itu tidak  terlaksana karena saya mendapati kondisi sepeda itu benar-benar diluar  dugaan. Selain dipenuhi oleh debu, kedua bannya juga gembos. Rantainya  kering, dan di bagian-bagian tertentu sudah nyaris ditumbuhi jamur.  Sungguh sangat jauh berbeda kondisinya dengan sepeda anak-anak saya.  Apakah anak-anak mencuci dan membersihkan sepeda mereka setiap hari?  Tidak. Tapi mengapa sepeda mereka tetap tampak terawat? Sederhana saja;  mereka menggunakannya setiap hari. Bagaimana dengan sepeda saya? Dia  telah lama saya telantarkan, hingga menjadi lebih cepat rusak.  Jangan-jangan,  saya juga telah menelantarkan begitu banyak potensi diri yang saya  miliki. Dulu saya bisa ini dan itu. Namun karena jarang dipakai, saya  tidak lagi memiliki kemampuan itu. Pagi ini saya tersentak oleh sebuah  kesadaran tentang betapa berbahayanya menyia-nyiakan diri sendiri. Bagi  Anda yang tertarik menemani saya belajar mewarat diri sendiri, saya ajak memulainya dengan memahami 5 prinsip Natural Intelligence berikut ini:     
1.      Praktekkan terus agar tetap aktual.  Beberapa waktu lalu saya curhat kepada istri saya tentang kemampuan  bahasa Inggris saya yang sudah mulai kedodoran. Dulu, saya terbiasa  berkomunikasi dalam bahasa Inggris baik secara verbal maupun lewat  tulisan. Meskipun kemampuan bahasa Inggris saya tidak menonjol, namun  memadai untuk menjalankan tugas-tugas di level internasional. Bahkan  saya bisa menulis dan menerbitkan buku dalam bahasa Inggris. Setelah  pensiun, saya jarang berkomunikasi dengan orang-orang berbahasa Inggris.  Sekarang kemampuan berbahasa Inggris saya tidak secanggih dulu. Malah  ada beberapa kosa kata yang saya sudah lupa artinya. Semua keterampilan  akan sirna jika kita tidak memperdulikannya. Keterampilan kerja Anda  akan berkurang, jika Anda mulai malas untuk mempraktekkannya. Maka dari  itu, pikirkanlah kerugian yang akan Anda sendiri alami, setiap kali Anda  tergoda untuk bekerja asal-asalan. Karena kerja yang asal-asalan bukan  hanya merugikan perusahaan, melainkan sangat merugikan diri Anda  sendiri. Bahkan ketika Anda sedang kesal dengan atasan, teman atau  kebijakan yang diambil perusahaan. Teruslah mengerahkan semua kemampuan  yang Anda miliki secara optimal. Sebab, hanya itulah satu-satunya cara  bagi Anda untuk menjaganya agar tetap aktual.
2.      Latih terus agar semakin mahir.  Berapa banyak kursus, training dan pelatihan yang pernah Anda ikuti?  Mungkin sangat banyak sekali. Sekarang, berapa banyak kemampuan atau  keterampilan yang Anda peroleh dari training itu yang masih bisa Anda  praktekkan dengan baik? Faktanya, banyak orang yang hanya memiliki  sertifikat menterengnya, namun tidak lagi memiliki kemahirannya. Ada  sebuah CV yang memuat begitu banyak jenis kursus yang pernah diikuti  seorang kandidat karyawan baru. Beliau bisa menjelaskan jenis-jenis  kursus  itu dengan sangat fasih.  Namun ketika diminta untuk  ‘mendemonstrasikan’ keterampilah yang didapat darinya? Hmmh, hampir  tidak ada bedanya dengan orang-orang yang tidak pernah mengikuti  macam-macam event mahal dan bergengsi itu. Jelas sekali jika kemampuan  untuk ‘melakukan’ sesuatu sama sekali tidak berhubungan dengan  ‘menceritakannya’. Padahal, dalam sebagian besar kondisi yang kita  hadapi; perusahaan membutuhkan keterampilan untuk ‘melakukan’ sesuatu,  bukan menceritakannya kembali. You can talk, but you must work. Silakan  saja jika Anda ingin membicarakannya. Tetapi yang terpenting adalah;  Anda melakukannya. Dan kemampuan untuk melakukan sesuatu itu perlu terus  dilatih agar bisa berkembang menjadi sebuah ‘kemahiran’. Apakah trainer  Anda bersedia untuk terus menerus melatih dan hadir disisi Anda?  Sebagai seorang trainer, saya mengakui bahwa saya tidak sanggup begitu.  Anda harus melatihnya  sendiri. Dan cara latihan terbaik adalah mempraktekkan semua ilmu dan  keterampilan – yang sudah Anda pelajari di ruang training itu – dalam  aktivitas kerja harian Anda.
3.      Amalkan terus agar semakin berguna.  Salah satu nasihat paling indah yang pernah saya dengar adalah;”Ilmu  yang bermanfaat itu pahalanya mengalir sampai kiamat.” Duh, betapa  beruntungnya orang-orang yang berilmu dan bersedia menggunakan ilmunya  untuk kemanfaat dunia yang ditinggalinya. Guru kehidupan saya  menyebutnya sebagai ‘rahmatan lil alamin’, menjadi rahmat atau anugerah  bagi semesta alam. Maka wajar jika orang-orang seperti itu tetap  mendapat ganjaran pahala kebaikan meskipun sudah almarhum. Karena mereka  tidak bosan-bosannya menggunakan ilmu yang mereka miliki untuk  mengasilkan sebuah  karya yang berguna bagi siapa saja. Sekarang, mari kita tengok sejenak  apa yang sudah atau biasa kita lakukan dengan ilmu dan keterampilan  kita. Bukankah kita sering enggan untuk menggunakan seluruh ilmu dan  kemampuan maksimal kita hanya karena kita merasa “ini bukan perusahaan  gue!”. Atau, “gaji gue cuma segini kok.” Atau, “rajin dan malas  imbalannya sama, mas. Nyapain ngoyo….?”  Iya, ya; ngapain  ngoyo? Benar, kita tidak usah ngoyo. Karena yang harus kita lakukan  memang bukan ngoyo, melainkan menjadikan diri kita berguna bagi banyak  orang. Jika Anda tidak ingin mendedikasikannya untuk perusahaan tempat  Anda bekerja, maka Anda bisa melakukannya untuk Anda sendiri. Sebab  semua kinerja yang Anda berikan bukan hanya berdampak pada perusahaan,  melainkan memberi manfaat kepada teman-teman Anda, pelanggan Anda, dan  yang pasti diri Anda sendiri. Maka amalkanlah terus ilmu dan  keterampilan Anda, agar  hidup Anda bisa semakin berguna. 
4.      Gali terus agar faham semakin mendalam. Salah  satu aspek yang paling saya sukai dalam menjalankan profesi sebagai  seorang trainer adalah; saya berkesempatan untuk menggali semakin dalam  terhadap suatu aspek yang hendak saya bagikan. Dari waktu kewaktu  pemahaman saya menjadi semakin mendalam. Dan perkembangan pemahaman itu  juga mempengaruhi kedalaman materi yang saya sampaikan. Makanya – meski  topiknya sama – boleh jadi setiap sesi training saya berbeda dengan sesi  training sebelumnya yang sudah saya lakukan. Sama seperti halnya  pekerjaan atau aktivitas harian yang kita lakukan. Jika kita  menjalaninya dengan tetap mengobarkan keingintahuan, maka pasti kita  akan mendapatkan sebuah pelajaran baru. Jika kita tetap menggelorakan  kesediaan melakukan perbaikan, pasti kita menemukan hal-hal yang bisa  kita tingkatkan. Tapi kalau kita hanya melakukannya dengan semangat  alakadarnya, maka kita akan kehilangan kesempatan untuk menemukan  inspirasi baru, fakta-fakta baru, pemahaman baru, dan peluang-peluang  baru. Mengapa bisa begitu? Karena bahkan dalam kegiatan-kegiatan yang  itu-itu saja pun terdapat begitu banyak fenomena yang belum tersingkap.  Semua itu, hanya akan bisa ditemukan oleh mereka yang bersedia untuk  terus menggali pemahaman yang lebih dalam. Dan itulah yang bisa  menjadikan dirinya terus berada digaris terdepan.
5.      Gunakan terus seusai keinginan pemberinya.  Mau diapain tuch sepedanya? Begitu istri saya bertanya. Berikan saja  kepada seseorang, begitu saya merespon. “Gampang,” balasnya. “Banyak kok  yang mau sepeda itu.” Saya terperanjat dengan jawabannya. Bukan karena  tidak rela, melainkan saya ingin agar sepeda itu ‘jatuh’ ketangan  orang-orang yang memang akan merawat dan menggunakannya. Bukan kepada  mereka yang hanya mau mengambilnya, lalu menjualnya karena ingin  gampangnya. Saya ingin sekali agar orang yang  menerima sepeda itu menggunakannya sesuai dengan bayangan saya.  Kira-kira, Dzat yang telah memberi kita segala kemampuan ini  menginginkan kita mengunakannya untuk apa ya? Saya tidak ingin memberi  sepeda kepada mereka yang hanya akan membiarkannya terlantar. Maka pasti  Tuhan pun tidak ingin kita menelantarkan semua kemampuan dan daya diri  yang sudah diberikanNya. Saya tidak ingin orang itu menggunakan sepeda  saya untuk menunjang perilaku-perilaku buruk. Tuhan pun tidak ingin kita  menggunakan daya diri ini untuk perbuatan-perbuatan buruk. Orang itu  berjanji untuk merawat dan menggunakan sepeda itu sebaik-baiknya. Dan  menurut kitab suci, sewaktu di alam ruh kita sudah berjanji kepada Tuhan  untuk menjadi sebaik-baiknya hamba. Alastubirobbikum – bersediakah kau  akui Aku sebagai Tuhanmu? Tanya Tuhan. Benar ya Tuhan, Engkaulah Tuhan  kami. Begitulah kita menjawab untuk menegaskan bahwa kalau jadi lahir ke  bumi; kita akan mematuhi aturan yang telah  digariskanNya. Dan menggunakan seluruh daya diri ini dalam segala hal  yang disukaiNya.
Tidak  seorang pun mampu memahami sampai sejauh – setinggi – dan sebesar apa  kecanggihan yang ada didalam dirinya. Kita hanya mengetahui sedikit  saja. Sayang sekali jika dari yang sedikit kita ketahui itu lebih banyak  yang kita biarkan terlantar, sehingga meski sudah tahu kita kembali  menjadi tidak tahu. Setelah terampil kita kembali tidak mampu  melakukannya; hanya karena kita enggan untuk menerapkannya dalam  aktivitas sehari-hari. Memang, banyak pengaruh lingkungan yang tidak  sesuai dengan keinginan kita sehingga kita kecewa dibuatnya. Namun, jika  karena kekecewaan itu kita membiarkan kapasitas diri kita tidak  terdayagunakan, maka itu sama artinya dengan menyia-nyiakan diri kita  sendiri. Padahal, tidak ada kesia-siaan yang bisa memberi manfaat. Dan  tidak ada kesia-siaan yang bisa menjadikan diri kita lebih baik. Dengan  sikap itu,  didunia kita hanya akan menjadi pribadi yang semakin tidak  diperhitungkan. Sedangkankan diakhirat, kita hanya akan menyesali segala  sesuatu yang dahulu tidak kita lakukan. Maka, mulai sekarang; mari kita  semakin banyak mendayagunakan kapasitas diri yang kita miliki. Agar  didunia kita bisa lebih banyak berkontribusi. Dan diakhirat kita semakin  dicintai Sang Maha Pencinta.
Mari Berbagi Semangat!
Trainer Bidang Kepemimpian dan Pembedayaan Diri
Penulis buku ”Natural Intelligence Leadership” (Tahap editing di penerbit)
Catatan Kaki:
Mendayagunakan kapasitas diri kita itu bukan untuk kepentingan orang lain, melainkan demi kebaikan diri kita sendiri.
Silakan  di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung  saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai  tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya. 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar