Rabu, 07 Desember 2011

Kabar Angin dari Langit

Oleh: Andre Vincent Wenas


“Hari depan Indonesia adalah duaratus juta mulut yang menganga; Hari depan
Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat, sebagian berwarna putih dan sebagian
hitam, yang bernyala bergantian; Hari depan Indonesia adalah pertandingan
pingpong siang malam dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa; Hari depan
Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam karena seratus juta penduduknya;
Kembalikan Indonesia padaku.”– Taufik Ismail, cuplikan sajak “Kembalikan
Indonesia Padaku”, 1975.

***

    Fenomena bisnis berspektrum internasional di Korea dan China baru-baru ini
: Hyundai Motor produsen otomotif terbesar Korsel, membukukan laba bersih 972,2
juta Won (US$827,3 juta) di kuartal ketiga 2009, naik 3 kali lipat dibanding
periode yang sama di tahun lalu. Strategi pemasaran global Hyundai berhasil
memperbesar porsi pasar dunianya dari 5,2% di kuartal kedua menjadi 5,3% di
kuartal ketiga. Gerak globalisasi negeri ginseng ini juga ditandai dengan
agresivitas Korea National Oil Corporation yang mengakuisisi Harvest Energy
Trust, sebuah perusahaan migas berbasis di Kanada. Transaksi ini bernilai US$3,9
miliar. Menurut Kim Hyung Chan, fund-manager di KTB Asset Management Co., Korea
National Oil Corporation haruslah mengembangkan bisnisnya sampai ke luar negeri
lantaran kepentingan Korea demi mengamankan sumber daya energi domestik Korea
sendiri. Selain Korea, kita tahu bahwa China di tahun ini juga telah
menghabiskan dana sampai sebesar US$12,6 miliar untuk program belanja aset migas
di kancah internasional.

    Fenomena bisnis beraroma internasional di Indonesia: gonjang-ganjing soal
pencekalan Miyabi, sang ikon internasional di bidangnya, beriringan dengan gempa
bumi di Tasikmalaya, Padang dan Jambi telah menarik perhatian dunia. Walau
tadinya cuma berencana membintangi sebuah sinetron yang sama sekali tidak ada
hubungannya dengan kerja profesional beliau di Jepang sana, namun Miyabi-san
tetap “dicekal”. Mudah-mudahan program “pencekalan” ini  secara konsisten juga
berlaku terhadap para koruptor, penguasa dan wakil rakyat yang praktek sosialnya
kerap malah lebih porno.

    Diberitakan pula State Bank of India (SBI), bank terbesar di India,
berminat mengakuisisi bank lokal di Indonesia. Saat ini SBI sedang mengincar
bank yang potensial dicaplok. Targetnya adalah bank beraset sekitar US$100 juta,
atau sedikit di bawah Rp 1 trilyun. Gerak internasionalisasi SBI ini adalah demi
kapitalisasi kesempatan nilai transaksi impor India dari Indonesia yang mencapai
US$ 6,1 milyar selama semester satu 2009.

    Crown Capital Global Ltd masih meneruskan pertarungannya dengan TPI setelah
PT Media Nusantara Citra (MNC) mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Latar
belakang ceritanya, seperti dilaporkan Koran KONTAN, 23 Okt 2009: pada tanggal
14 Oktober lalu hakim Pengadilan Niaga memailitkan TPI lantaran terbukti gagal
membayar obligasi subordinasi senilai US$ 53 juta kepada Crown. Namun, dalam
berbagai kesempatan manajemen TPI menuding Crown yang berbasis di Singapura ini
bukanlah kreditur asli TPI, melainkan hanya perusahaan bentukan Shadik Wahono
yang merupakan orang kepercayaan Siti Hardijanti Rukmana alias Mbak Tutut.
Sayang memang, gerakan internasionalisasi jadi-jadian seperti inilah yang kerap
menjadi ciri “perusahaan internasional” ala Indonesia.

***

    “Masyarakat adalah suatu gejala dialektik, yaitu suatu hasil manusia dan
tidak lain dari pada hasil manusia, tetapi terus-menerus mempengaruhi kembali
penghasilnya,” demikian tesis Peter L. Berger (The Sacred Canopy, 1967). Dalam
“A Rumor of Angels, Modern Society and the Rediscovery of the Supernatural,”
(1968), Berger mengisyaratkan bahwa jika dulu para malaikat bisa menyampaikan
pewartaan dari surga kepada manusia dengan lebih jelas, maka dalam situasi jaman
modern (yang bising dan menulikan telinga batin) seperti ini, pewartaan para
malaikat itu jadi seperti “kabar angin” yang samar-samar. Maka disarankan sikap
keterbukaan dalam melihat realitas, agar maknanya ditangkap dengan benar.

    Kabinet SBY jilid dua sedang giat mengejar target 100 hari pertama. Selamat
bekerja kepada segenap pejabat terpenting di jajaran eksekutif ini. Jangan lupa,
target ekonomi seyogianya merefleksikan tingkat kesejahteraan rakyat. Semua
target kesejahteraan rakyat itu diolah dan diupayakan keberhasilannya lewat
kecakapan politik yang bisa menggulirkan kebijakan yang pro rakyat. Semua
kebijakan yang pro rakyat hanya bisa terjadi jika segenap proses
manajemen-negara bisa berjalan efektif, efisien dan menghasilkan efek sinergis.
Dan, kita sadar betul bahwa proses manajemen negara sedemikian hanya bisa
terjadi jika state-apparatus, yakni segenap para pelaku pengelola negara terdiri
dari insan profesional (kompeten) dan terpanggil sebagai negarawan yang visinya
tembus jaman sampai puluhan bahkan ratusan tahun ke depan. Bukan sekedar visi
politisi oportunis yang perspektifnya cuma sependek lima tahunan saja.

    Semoga program kerja kabinet baru ini serta janji pemenuhan target 100 hari
mereka bersauh pada pemahaman realitas. Dan harapan yang dibangun bukan tiupan
“kabar angin dari langit”.

Catatan:  (artikel ini telah dikontribusikan di majalah Marketing oleh Kontributor milis. Segala hal yang menyangkut sengketa atas Hak Kekayaan Intelektual, menjadi tanggung jawab Kontributor  Majalah MARKETING)
Minggu, 13 November, 2011 08:01

Tidak ada komentar:

Posting Komentar