Rabu, 21 Desember 2011

Manajemen Operasi & Pemeliharaan (Operation & Maintenance Management)

(Studi Kasus Runtuhnya Golden Gate Indonesia).

Oleh: Ratmaya Urip

Runtuhnya Jembatan Mahakam II di saat sedang berlangsungnya aktifitas Operasi (Operation) berupa pemanfaatan badan jembatan sebagai urat  nadi transportasi serta aktifitas Pemeliharaan(Maintenance), berupa perawatan rutin  jembatan, menunjukkan kemungkinan  betapa lemahnya Manajemen Operasi & Pemeliharaan yg ada.

Di Indonesia, Aktifitas Operation & Maintenance sering dianggap sebagai aktifitas rutin dan monoton, sehingga sering lepas dari kewaspadaan.

Operation & Maintenance (OM) adalah milestones ketiga dalam proses pengelolaan Prasarana & Sarana Fisik, setelah yg pertama yaitu Front-End Engineering Design dan Detail Engineering Design (FEED/DED) dan yg kedua Engineering Procurement Construction and Comissioning (EPCC).

Perlu diketahui, secara komprehensif dan holistik, Manajemen Prasarana & Sarana Fisik memiliki 3 (tiga) milestones utama, yaitu:  FEED/DED --> EPCC --> OM

Meskipun belum tentu distorsi atau runtuhnya  jembatan diakibatkan miss manajemen dalam aktifitas OM, karena kemungkinan lain berupa distorsi/deviasi dlm milestones sebelumnya, yaitu FEED/DED maupun EPCC, namun karena keruntuhan terjadi ketika proses OM sedang berlangsung, maka Initial Step dalam investigasi atas proses Analysis FORENSIK KONSTRUKSInya sedikit banyak akan bermula dari milestones ini.

Setelah tidak ditemukan adanya pelanggaran sistem operation & procedures, baru beranjak dengan melakukan "trace back" ke milestones EPCC dan kemudian FEED/DED.

Tidak sebagaimana milestones sebelumnya yg umumnya OWNER sering memanfaatkan jasa pihak lain,khusus utk aktifitas OM, Owner lebih sering melakukannya sendiri, meski ada yang menyewa jasa profesional.

Aktifitas OM banyak yg mengabaikan Risk Management, Quality Management, SHE Management, Performance Management, Human Capital Management, dll. Kecuali OM dengan risk yg sangat tinggi, seperti OM dalam aktifitas Oil & Gas, Pertambangan, Power Plant, atau pada saat proses Konstruksi.

(Catatan: Analisis FORENSIK di Indonesia, biasanya lebih sering merujuk ke FORENSIK KEDOKTERAN khususnya KEDOKTERAN yg ada kaitannya dengan tindak kriminal, atau KEDOKTERAN KEHAKIMAN. Sementara kasus yg berpotensi tindak kriminal lain seperti Analisis FORENSIK KONSTRUKSI dan analisis FORENSIK KEUANGAN, seperti halnya ANALISIS FORENSIK BANK CENTURY kurang begitu dikenal).

Seperti diketahui untuk Jembatan Bentang Panjang dengan Sistem Gantung ada 2 (dua) macam sistem. Yaitu 1. Suspension Bridge dan 2. Cable Stayed.

Kedua sistem memiliki kesamaan dalam hal penggunaan "prime high tension cable" (kabel utama dengan kuat tarik tinggi) sebagai gantungan bagi "secondary cable" atau "hanger cable" (vertikal), yang menghubungkan lantai jembatan dengan Kabel Utama. Sedang kabel utama yang memanjang sepanjang jembatan dengan alur hiperbolik, di-"anchored" ke pangkal/fondasi jembatan. Sehingga karena kabel2 ini merupakan pendukung utama sistem konstruksinya, maka wajib hati2 dalam OM maupun ketika EPCC. Kehati2an khususnya dalam hal spesifikasi teknis material, perencanaan maupun pelaksanaan konstruksi termasuk methode konstruksinya.

Beda "suspension bridge" dengan "cable stayed" adalah, "suspension bridge" biasanya memiliki 2 pangkal/pilar jembatan sbg "anchor". Sementara "cable stayed" sering dengan pilar tunggal sbg anchor.

Memang di luar kemungkinan adanya miss management dalam OM seperti telah disebutkan di atas, juga kemungkinan miss management dalam milestones sebelumnya (FEED/DED dan EPCC), juga berkembang adanya suara2 tentang kemungkinan adanya tabrakan oleh ponton2 pengangkut barubara. Juga kemungkinan sabotase.

Namun biarlah hasil investigasi FORENSIK KONSTRUKSI yang berbicara.

Pelajaran yang dapat dipetik dari kasus ini adalah:

1). Meskipun rutin dan monoton, aktifitas OM di bidang apapun, jangan mengabaikan Risk Management, Quality Management, SHE Management, dll, sewaspada ketika dlm aktifitas Konstruksinya, aktifitas OM di Oil & Gas, maupun Pertambangan, dan transportasi (udara, laut dan darat). Dalam manufacturing, plantation,dan services biasanya tingkat kewaspadaan dalam OM kurang tinggi.

2). Manajemen OM memerlukan pengelolaan yg lebih intens. Supaya friksi klasik antara Finance vs Marketing, Finance vs Quality, Quality vs Production, Marketing vs Production, Production vs SHE, dll, dapat dikurangi intensitasnya.

Demikian, Salam Manajemen

Ratmaya Urip

======= ========

DISKUSI:

1.  Ervan:

Dear pak Ratmaya,

Menarik kajian yang sampaikan ini, belajar dari kasus golden gate ini, adakah kemungkinan besar menimpa jembatan suramadu? Apa perbedaan konsep jembatan kukar dan suramadu? mohon pencerahannya.

Satu lagi, ttg management OM di Indonesia ini memang lemah dan sangat diabaikan, contoh yang paling menyedihkan adalah sistem tiketing busway transjakarta, akibat tidak adanya OM yg teratur hampir semua mesin tiketing rusak dan skr ini tiket kembali manual dgn membeli karcis kertas. Sungguh memalukan, buyway yg dibangga2kan sbg transporatsi umum yang baik ternyata skr fasilitas dan sarananya kurangbaik bahkan tidak berfungsi dan juga sering bus nya terbakar atau keluar asap. Ini bukti bahwa management OM kurang atau bahkan tidak dilaksanakan disini.

Salam management,
Ervan

= = = ========

2. Ratmaya Urip:

Pak Ervan,

He.he.he..membahas OM Management memang tidak semenarik Marketing Management, Human Capital Management, Finance Management dan Common Sense. Sehingga jarang respons-nya. Maka terima kasih atas respons yg telah disampaikan. OM Management, nasibnya sama dengan Quality Management dan SHE Management. Selalu dianaktirikan.

Di Indonesia, hanya OM dengan risiko tinggi, seperti dalam bisnis Oil & Gas, Transportasi udara, bisnis "heavy construction", dan Power plant, yang relatif mendapat apresiasi tinggi.
Padahal "OM-based excellence" merupakan salah satu kutub di antara 2 kutub dalam penciptaan "competitive advantage" di samping "innovation excellence" di sektor bisnis maupun publik. Baik yang "knowledge-based business" maupun yang "resources-based business" (Catatan: Tentang hal ini dapat diuraikan secara detail dalam thread tersendiri).

Bahasan tentang "OM Management" khususnya yg berhubungan dengan "OM excellence" sering dikaitkan dengan "process-based" daripada "result-based". Padahal banyak di antara kita yang lebih suka berorientasi pada "hasil" bukan pada "proses". Padahal menurut saya semuanya wajib "balance" sesuai dengan milestones: Input-->Proses-->Output atau Raw/Resources-->Process-->Product/Service.


Tentang pertanyaan Pak Ervan yaitu  beda antara Jembatan Kukar vs Suramadu, adalah sebagai berikut:

1). Jembatan Kukar:

menggunakan struktur yg disebut "suspension bridge". Dimana kekuatan/berat dari girder/lantai jembatan ditopang oleh kabel suspension utama yang tergantung dengan melendut hiperbolik, yg membentang di antara 2 pilar/kolom jembatan. Antara girger/lantai jembatan dengan kabel suspension utama dihubungkan dengan "hanger" berupa kabel sekunder vertikal sejajar sepanjang lantai/girder jembatan. Jika kabel suspension utama putus, maka jembatan akan runtuh. Sedang jika hanger vertikal yang putus, dapat menyebabkan pembebanan tidak stabil atau merata, sehingga jika salah satu kabel hanger putus, maka secara domino akan memutuskan kabel2 hanger lain secara berurutan. Sehingga tanpa hanger (karena putus) maka lantai/girder jembatan akan runtuh.

Untuk analisis saya, kemungkinan  kedua atau terakhir ini yg mungkin terjadi pada keruntuhan jembatan. Mengingat ini yang paling rawan terjadi, di samping kemungkinan pilar jembatan ditabrak ponton atau sabotase.

Hal ini karena ada berita, waktu pemeliharaan jembatan, konon ada pendongkrakan salah satu bagian jembatan yg mememungkinkan terjadinya pemindahan beban ke hanger lain, yg melampaui daya dukung hangernya. Salah satu hanger yg putus akan membuat pembebanan bergeser, shg secara domino, seluruh hanger akan putus satu per satu. Sehingga lantai/girdernya akan runtuh.
Apalagi setelah runtuh dan kita lihat di TV, kabel suspension-nya masih utuh menggantung di antara dua pilar jembatan.

Maaf, bukan bermaksud mendahului hasil investigasi Tim FORENSIK KONSTRUKSI yg saat ini sedang bekerja. Karena saya pernah menganalisis keruntuhan beberapa jembatan gantung dengan skala lab, maupun dalam aplikasi di Sungai Serayu yg strukturnya lebih sederhana.

Beda dengan Suramadu yg lantai/girder jembatannya menggunakan material Composite (dominan beton dibantu baja), di Kukar menggunakan truss baja.


2). Suramadu

Menggunakan sistem konstruksi "cable stayed bridge". Di sini tidak perlu ada kabel suspension  yg membentang antar dua pilar.

Cukup dengan satu pilar (yang disebut tower atau kolom atau pylon). Setiap satu Pylon akan dibebani muatan dari girder/lantai jembatan dari dua sisi.

Suramadu memang nampaknya ada 2 pilar, namun masing2 pilar tersebut independen, tidak terhubung dengan kabel.

Setiap pylon dari 2 pylon di Suramadu menahan beban dengan banyak kabel baja yg masing2 disusun sedemikuan rupa sehingga terjadi pembagian beban secara proporsional.
Setiap pilon menahan 2 arah girder secara double free cantilever/canopy. Atau untuk memudahkan bayangan, setiap pylon dianggap manusia, dengan dua tangan baik kiri dan kanan mendapat beban masing2 satu ember di tangan. Karena ada 2 pylon, fungsi pylon yg lain juga sama.
Dengan kata lain meski ada 2 pylon, namun masing2 bekerja sendiri2 dari arah Surabaya, maupun dari arah Madura.

Sistem ini sama dengan yang ada di Jembatan Barelang, Batam.

Keruntuhan sistem ini dapat terjadi jika pylon/kolom/pilar ditabrak kapal. Juga sistem koneksi/sambungan didistorsi, misalnya saat ini baut2nya banyak dicuri krn harga baja kan mahal, sehingga menggiurkan utk dijual. Padahal bautnya besar2, sehingga beratnya banyak.  Juga bisa runtuh jika kabel2 penopang girder/lantai jembatan putus. Atau juga runtuh karena disabotase.

Di samping itu, fondasi tiang pancangnya dari tiang baja yang diisi beton, sehingga rawan berkarat. Jika berkarat akan mengurangi kekuatan fondasinya. Maka Manajemen OM sangat vital di sini. Maka biasanya umur manfaat jembatan di-desain 100 tahun.

Suramadu menggunakan material utama beton dan composite (dominan beton + baja), bukan truss baja seperti Jembatan Kukar.

Untuk Jembatan Selat Sunda yg akan menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatra, rasanya akan dipilih sistem konstruksi ini. Meski ada yg mencoba usul menggunakan terowongan bawah laut.

¤¤¤¤¤¤¤¤

Tentang ilustrasi OM Management dalam operasi Busway seperti Pak Ervan sampaikan, adalah OM Management untuk service business (bisnis pelayanan), meskipun ada bau public service. Untuk yg ini memang ada OM Management yg prima, konsisten, dan orientasinya pada "service excellence" sekaligus "OM excellence". Untuk bahasannya terlalu panjang jika diuraikan di sini. Karena harus detail.

Demikian, terima kasih.

Salam Manajemen.

Ratmaya Urip

Tidak ada komentar:

Posting Komentar