Senin, 09 Januari 2012

Alulim Raja Eridu

Oleh: Andre Vincent Wenas,MM,MBA.

(twitter: @andrewenas)

     “Bagaimana pun, peradaban adalah sesuatu yang memisahan kita dari kekacauan. Kota yang berperadaban memiliki tembok yang memisahkan jalan-jalan yang teratur dari padang belantara diluarnya. Peradaban…adalah hasil dari suatu ketidakpuasan penuh keberanian terhadap status quo: Secara sporadis…muncullah bangsa-bangsa yang menemukan kepuasan dan kelegaan dalam inovasi dan perubahan, bukan dalam ketaatan kepada tradisi: kalangan-kalangan yang melakukan pembaharuan itu adalah mereka yang dapat kita golongkan sebagai pendiri peradaban.”(Kutipan dari Susan Wise Bauer, The History of The Ancient World –From The Earliest Accounts To The Fall of Rome, 2007. Terjemahan Indonesia: Sejarah Dunia Kuno –Dari Cerita-Cerita Tertua Sampai Jatuhnya Roma, 2010).

***

     Ketika pada suatu titik masyarakat atau komunitas – dalam proses peradaban dan pengembangankulturnya – menghadapi kesulitan serta mendapati bahwa kehidupan bersama mereka telah menjadi semakin rumit maka saat itu mereka pun merasa membutuhkan seorang pemimpin. Budaya (budi daya) dimulai tatkala masyarakat bercocok-tanam. Dalam bukunya, Susan Wise Bauer mengisahkan tentang bagaimana orang Semit belajar bertani/budaya tani (agrikultur). Barangkali secara bertahap, seperti bangsa-bangsa yang berdiam di Eropa dan lebih jauh lagi ke utara ketika lempeng-lempeng es surut dan kawanan ternak sumber daging bergerak ke utara dan menjadi lebih kurus, para pemburu yang mengikuti gerak kawanan itu menghentikan perburuan daging secara purna waktu dan beralih menuai bebijian liar yang tumbuh di dataran yang lebih panas, sambil berpindah tempat hanya ketika cuaca berubah. Boleh jadi para bekas pengembara itu meningkat lagi dari penuai bebijian liar menjadi
penanam dan pengembang bebijian liar, dan akhirnya tidak lagi mengembara sama sekali serta memilih hidup di desa sepenuhnya. Lelaki dan wanita yang kecukupan pangannya menghasilkan jumlah anak yang lebih besar. Sabit dan batu penggiling yang ditemukan dari wilayah Turki modern sampai ke lembah Nil mengisyaratkan bahwa ketika anak-anak menjadi dewasa, mereka meninggalkan desa mereka yang sudah terlalu banyak penduduknya dan berpindah ke tempat lain, sambil membawa kerterampilan bertani mereka dan mengajarkannya kepada orang-orang lain.

     Cerita-cerita kuno menambahkan suatu hal baru lain lagi pada kisah ini: ketika orang Sumeria (di dataran Mesopotamia, sekitar 3200 SM) yang kena pengaruh orang Semit menanam tanaman pangan disekitar desa mereka, kehidupan mereka menjadi lebih rumit sehingga mereka memerlukan seorang raja guna membantu menguraikan masalah-masalah mereka. Maka masuklah Alulim, raja Eridu, dan peradaban pun mulai.

***

     “Where the new ways of life took hold, however, new forms of social and political organization followed. Farming required more than just the right material conditions; it was also the product of an actof imagination –the realization that human hands could reshape the world, imposing on the land the geometry of cultivated fields and irrigation ditches. The possibilities of great monumental cities arose inminds fed by agriculture. Cultivation generated seasonal food surpluses that had to be warehoused,regulated, and redistributed by strong new states. Kings replaced chiefs. Specialized elites swarmed.Opportunities for patronage multiplied for artists and scholars. Labor, organized on massive scale, had tobe submissive. Armies grew and investment flowed to improve the technology of war: there was an inescapable link between agriculture and tyranny." (Felipe Fernandez-Armesto, bukunya: Ideas That Changed The World)

***

     Baru-baru ini lembaga pemeringkat internasional Fitch telah mengangkat Indonesia kembali masuk dalam kategori investment-grade (BBB-) dari posisi sebelumnya BB+ (one level below investment grade).Dengan begitu optimisme di kalangan pelaku ekonomi telah membawa sentimen positif. Harapannya kita bisa segera mengapitalisasi kesempatan ini demi kemaslahatan bangsa secara lebih luas dan lebih mendasar dengan penguatan-penguatan di sektor infrastruktur perekonomian.

     Struktur kehidupan masyarakat di era digitalisasi perekonomian dan era virtualisasi realitas tampilan telah membuat kehidupan pasca-modernitas ini menjadi lebih rumit. Seperti dulu Alulim tampil sebagai raja (pemimpin) yang mampu menjadi solusi dan obor jamannya, kini kita pun masih mengharapkan munculnya para pemimpin diasporik yang mampu menyodorkan solusi dan jadi bintang penunjuk. Visioner dan berani mengambil keputusan-keputusan yang bahkan tidak populer di jamannya, namun dalam jangka panjang bisa membawa bangsa ini naik ke level bangsa-bangsa berperadaban tinggi.

     Selamat tahun baru, semoga para pemimpin kita sungguh bisa menjadi obor peradaban, dan jadi inspirasi (mampu meniupkan roh kehidupan) baru bagi bangsa yang telah sekian lama ini terpuruk akibat ulah para pemimpinnya sendiri.

----------------------------------------------------------

(artikel ini telah dikontribusikan oleh Kontributor ke  Majalah MARKETING edisi Januari 2012. Untuk itu segala hal yang menyangkut sengketa atas Hak Kekayaan Intelektualmenjadi tanggung jawab Kontributor)
Selasa, 3 Januari, 2012 11:05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar