Oleh:  Febriyan  Lukito
Mama saya suka sekali menanam, apalagi sekarang-sekarang ini, saat dia  sudah tak bekerja. Menanam di halaman rumah menjadi semacam kegiatan  yang mampu menutupi kekosongan waktunya. 
Dan salah satu kegiatan yang paling sering saya perhatikan dari  menanamnya mama adalah memindahkan tanaman itu dari satu tempat ke  tempat lain serta memotong tangkai tanaman yang baik lalu menanamnya  terpisah di tempat lain (saya tidak tahu istilahnya dalam hal  tanam-menanam ini). 
Nah... Yang menarik dari kegiatan ini adalah bahwa tanaman yang dipindah  ataupun tangkai tersebut tidak selalu tumbuh dengan baik di tempat  barunya. 
Mereka cenderung layu.... Bahkan terkesan mati. Ada beberapa bahkan saya  kira batang kering yang tidak berguna dan saya bilang ke mama untuk  membuangnya. 
'Ma... Itu tanamannya gagal... Layu... Terus yang ini nih...' Seru saya  menunjuk batang keringnya 'dibuang aja. Mati gitu. Jelek.'
Dan mama saya hanya menjawab: 'jangan. Biarin aja di sana. Nanti juga tumbuh.' 
Saya ya hanya mengiyakan saja dan membiarkan saja tanaman itu. Dan  ternyata.... Mama benar. Tanaman itu akhirnya tumbuh dengan segar.  Sedangkan batang yang kering, mulai menunjukkan daun-daun muda yang  segar. 
Saya jadi kagum... Dengan mama saya dan juga tanaman itu. Kemudian terpikirlah saya... Tanaman itu seperti manusia ya... 
ADAPTASI
Yah.. Adaptasi.. Tanaman yang baru pindah tempat itu beradaptasi.  Terhadap tempat barunya. Tanahnya, tanaman sekitarnya, matahari, dll.  Demikian juga manusia. 
Saat kita memasuki sebuah tempat baru, kita juga harus beradaptasi  terhadapnya. Menyesuaikan diri kita dengan lingkungan baru kita. Entah  perlahan-lahan atau langsung secara cepat (tergantung pada masing-masing  manusianya). 
Terkadang... Kita di lingkungan baru merasakan yang namanya sendiri.  'Dikucilkan'. Karena orang-orang di sekitar kita belum kita kenal.  Budaya tempat baru itu kita belum ketahui. 
Di saat seperti itu, kita bagaikan tanaman yang melayu itu... Bahkan  kalau sangat parahnya, kita merasa seperti batang kering tadi. Merasa  jadi yang paling 'tidak indah' di antara sekian banyak orang. 
Bagaimanakah kita akan hidup? Bagaimanakah kita akan bertahan? Apakah kita mampu? Ataukah memang kita tak cocok di sini? 
Pertanyaan demi pertanyaan akan keluar dan menuntut jawaban dari diri kita sendiri. 
Sebenarnya pada tanaman itu, ada beberapa yang pada akhirnya memang tetap mati. Dia tak mampu bertahan. 
Sekarang bagaimana dengan kita? 
Adaptasi... Manusia diberikan kemampuan beradaptasi paling super  katanya. Tapi semua kembali lagi ke masing-masing pribadi yang  mengalaminya. Apakah memang mau bertahan dan beradaptasi ataukah  menyerah di saat itu juga? 
Adaptasi kita dipengaruhi dari semua indera kita, pengalaman, sifat,  karakter... Kombinasi kesemuanya. Tapi yang utama adalah keinginan.  Keinginan untuk beradaptasi. Itulah yang jauh lebih penting. 
Apakah memang kita ingin beradaptasi dan 'accepting' tempat baru kita ataukah kita 'giving up'?
Dan kalau kita bicara adaptasi, sebenarnya adaptasi yang dituntut ke  kita bukan saja untuk tempat baru... Tempat kita mungkin bisa saja sama  alias tidak ada yang namanya tempat baru. Tapi juga adaptasi terhadap  perubahan kondisinya...
Sebuah tempat yang sama dapat mengalami perubahan dalam hal adanya  perubahan budaya, perubahan jenis pekerjaannya, dll. Contohnya: kita  sekarang hidup di Indonesia. Dan masih di Indonesia. Tapi lingkungan  kita mulai berubah.... Seperti pengaruh budaya barat ke Indonesia...  Saat seperti itulah kita 'dituntut' untuk beradaptasi. 
Contoh lainnya di perusahaan... Mungkin kita tetap bekerja di Divisi  yang sama.... Tak ada perubahan secara tempat. Tapi.. Suatu hari  diterapkan efisiensi biaya. Hal ini pun juga 'menuntut' kita beradaptasi  dalam hal proses kerja kita. 
Nah.. Apakah kita akan layu sejenak namun bangkit dan menjadi tanaman  yang segar? Ataukah kita akan layu dan terus melayu? Hingga waktunya  tiba......
Saya kembalikan ke Anda semua untuk menjawabnya.... 
Saya ingin menutup tulisan ini dengan kata-kata yang pernah dikeluarkan oleh Bapak Charles Darwin:
"It is not the strongest of the species that survives, nor the most  intelligent that survives, it is the one that is the most adaptable to  change."
Ryan
Rabu, 4 Januari, 2012 00:06
Tidak ada komentar:
Posting Komentar