Sabtu, 07 Januari 2012

Opini & Diskusi: Menteri "edan" dari kebanyakan

OPINI: 

1.  Yudi Sardiman:


Benar2 menteri "edan" dari kebanyakan. Langkah2 sederhana kesekian patut jadi teladan, bahasa tulisan membumi.

Jempol 2 buatnya, setelah avanza diberikan pada pencetus ide terbaik.

Salam,
Yudi

________________________________
Dari milis sebelah:

Selasa, 27 Desember 2011

Yang Punya Ide Terbaik Dapat Avanza

Kadang libur itu penting. Pada hari tanpa kesibukan itulah persoalan yang rumit bisa dibicarakan secara mendasar, detail, dan habis-habisan. Misalnya, pada hari libur Sabtu lalu. Enam jam penuh bisa membicarakan rumitnya persoalan Merpati Nusantara Airline. Tidak hanya direksi dan komisaris yang hadir, tapi juga seluruh manajer senior. Ruang rapat sampai tidak cukup sehingga pindah ke ruang tamu yang secara kilat dijadikan arena perdebatan.

Meski saya yang memimpin rapat, tidak ada hierarki di situ. Segala macam jabatan dan predikat saya minta ditanggalkan. Tidak ada menteri, tidak ada Dirut, tidak ada komisaris, dan tidak ada bawahan. Semua sejajar sebagai orang bebas. Duduknya pun tidak diatur dan tidak teratur. Operator laptop dan proyektornya sampai duduk di lantai. Kebetulan saya juga hanya memakai kaus dan celana olahraga. Belum mandi pula. Baru selesai berolahraga bersama 30.000 karyawan dan keluarga Bank Rakyat Indonesia se-Jakarta memperingati ultah ke-116 mereka yang gegap gempita. Pindah dari acara BRI ke acara Merpati pagi itu rasanya seperti pindah dari surga ke Marunda. Dari perusahaan yang labanya Rp 14 triliun ke perusahaan yang ruginya tidak habis-habisnya. Dari jalannya operasional saja Merpati sudah rugi besar. Apalagi, kalau ditambah beban-beban utangnya. Tiap bulan pendapatannya hanya Rp 133 miliar. Pengeluarannya Rp 178 miliar. Pesawatnya tua-tua. Sekali dapat yang baru MA 60 pula. Suasana kerja di Merpati pun sudah seperti perusahaan yang no hope! Maka, jelaslah bahwa persoalan Merpati tidak bisa diselesaikan dengan cara biasa. Restrukturisasi perusahaan dengan cara modern sudah dicoba sejak dua tahun lalu. Belum ada hasilnya “bahkan tanda-tandanya sekali pun. Upaya restrukturisasi ini telah menghabiskan enersi luar biasa. Lebih-lebih menghabiskan waktu dan kesempatan. Panjangnya proses pengadaan pesawat Tiongkok MA 60 membuat peluang lama hilang begitu saja. Rute-rute kosong yang semula akan diisi MA 60 telanjur dimasuki Wing dan Susi Air yang lebih kompetitif. MA 60 yang menurut para pilot merupakan pesawat yang bagus, lebih berat lagi bebannya setelah terjadi kecelakaan di Kaimana. Peristiwa yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan kualitas pesawat itu ikut membuat Merpati ibarat petinju yang sudah sempoyongan tiba-tiba terkena pukulan berat. Sebelum kecelakaan Kaimana, penumpang sebenarnya lebih senang naik MA 60. Pesawat ini sengaja didesain untuk negara tropis. AC-nya bisa berfungsi sejak penumpang masuk pesawat. Tidak seperti pesawat baling-baling lain yang panas udara kabinnya luar biasa dan baru berkurang setelah beberapa menit di udara. Merpati memang sering kehilangan momentum. Bahkan, seperti sudah kehilangan momentum sejak dari lahirnya. Ketika kali pertama dipisahkan dari Garuda, pesawat-pesawatnya diambil, tapi utangnya ditinggalkan. Beban-beban lain juga menumpuk. Semua itu enak sekali dijadikan kambing hitam oleh manajemen. Setiap manajemen yang gagal punya alasan pembenarannya. Kadang manajemen lebih sibuk mengumpulkan kambing hitam daripada bekerja keras dan melakukan efisiensi. Benarkah tidak ada hope lagi di Merpati? Itulah yang melalui forum pada hari libur Sabtu lalu ingin saya ketahui. Terutama sebelum saya membuat keputusan yang tragis: ditutup! Segala macam usaha sudah dilakukan. Dua bulan lalu sebenarnya saya sudah menyederhanakan manajemen Merpati. Jabatan wakil Dirut saya hapus. Jumlah direktur saya kurangi. Ini agar manajemen lebih lincah. Juga terbebas dari beban psikologis karena wakil Dirutnya lebih senior dari sang Dirut. Rupanya itu belum cukup. Saya harus masuk lebih ke dalam. Tiba-tiba saya ingin berdialog langsung. Dialog yang intensif dan tanpa batas. Dialog dengan jajaran yang lebih bawah. Di masa lalu saya sering mendapat pengalaman ini: banyak ide bagus justru datang dari orang bawah yang langsung bekerja di lapangan. Bukan dari konseptor yang bekerja di belakang meja. Memang ada rencana pemerintah dan DPR untuk membantu keuangan Merpati Rp 561 miliar. Tapi, akankah uang itu bermanfaat? Atau hanya akan terbang terhambur begitu saja ke udara? Seperti ratusan miliar uang-uang negara sebelumnya? Tentu saya tidak ingin seperti itu. Harus ada jaminan ini: dengan suntikan tersebut Merpati bisa hidup dan berkembang. Tidak seperti suntikan-suntikan uang ratusan miliar rupiah di masa lalu. Ini juga harus menjadi uang terakhir dari negara untuk Merpati. Sudah terlalu besar negara terus menyuntik Merpati, dengan hasil yang masih begitu-begitu saja. Karena itu, saya kemukakan terus terang di forum: daripada uang Rp 561 miliar tersebut terhambur ke udara begitu saja dan karyawan pada akhirnya kehilangan pekerjaan juga, lebih baik Merpati ditutup sekarang juga. Uang itu bisa dibelikan kebun kelapa sawit. Tiap karyawan mendapat pesangon 2 ha kebun sawit. Orang Riau punya dalil: satu keluarga yang punya 2 ha kebun sawit, sudah bisa hidup sampai menyekolahkan anak ke ITB! Memiliki 2 ha kebun sawit lebih memberikan masa depan daripada terus menjadi karyawan Merpati. Tentu ide ini membuat pertemuan heboh. Sekaligus peserta pertemuan tertantang untuk menolaknya. Mereka tidak rela kalau Merpati harus mati. Kebun sawit bukan bandingan untuk masa depan. Oke. Saya setuju. So what? Kalau dari operasionalnya saja sudah rugi, masih adakah alasan untuk mempertahankannya? Maka, saya ajukan ide untuk melakukan pembahasan topik per topik. Ini untuk mengecek apakah benar masih ada harapan? Topik pertama adalah: bagaimana membuat pendapatan Merpati lebih besar daripada pengeluarannya. Kalau tidak ada jalan yang konkret di topik ini, putusannya jelas: Merpati harus ditutup. Asumsinya: bagaimana bisa memikul beban yang lain kalau dari operasionalnya saja sudah rugi besar. Berapa pun modal digerojokkan tidak akan ada artinya. Lebih baik untuk beli kebun sawit! Meski logika sawit begitu jelas dan rasional, rupanya masih banyak yang takut mengubah jalan hidup. Ketika hal itu saya kemukakan, seseorang nyeletuk dari arah belakang. “Salah Pak Dahlan! Bukan kami takut menjadi petani sawit, tapi Merpati ini masih punya peluang besar,” katanya. “Asal semua orang di Merpati punya etos kerja yang hebat,” tambahnya. Etos kerja ini begitu sering dia sebut sebagai penyebab utama kesulitan Merpati sekarang ini. Dia sangat percaya etos itulah kuncinya, sehingga sepanjang enam jam rapat itu dia selalu dipanggil dengan nama Pak Etos. Pak Etos mungkin benar. Tapi, itu masih kurang konkret. Yang diperlukan adalah usul konkret dan realistis. Yang bisa membuat pendapatan lebih besar daripada pengeluaran. Yang bisa dilaksanakan dalam keadaan Merpati as is. Pagi itu begitu sulit mencari ide yang membumi. Saya pun lantas teringat pada gurauan pedagang-pedagang sukses seperti ini: “Tuhan itu baik. Tapi, uanglah yang bisa membuat orang mengatakan Tuhan itu baik”. Rupanya perlu rangsangan material untuk melahirkan ide-ide kreatif. Rupanya perlu dana untuk mendatangkan Tuhan. Maka, saya tawarkan di forum itu: peserta rapat yang mengusulkan ide terbaik akan saya beri hadiah satu mobil baru, Avanza, dari kantong saya pribadi. Rapat pun menjadi heboh. Gelak tawa memenuhi ruangan. Ide belum muncul, tapi warna mobil sudah harus dibicarakan. Setuju: warna krem! Neraka sawit ternyata tidak menarik. Surga Avanzalah yang menggiurkan. Pantaslah kalau Jakarta macet! Tuhan rupanya benar-benar datang. Inspirasi bermunculan. Hampir semua peserta rapat mengangkat tangan. Mereka berebut mendaftarkan ide. Angkat tangan lagi untuk ide kedua. Ide ketiga. Bahkan, ada yang sampai mendaftarkan lima ide. Setelah terkumpul 53 ide, barulah diperdebatkan. Mana yang konkret dan mana yang terlalu umum. Mana yang menghasilkan rupiah, mana yang menghasilkan semangat. Mana yang membuat pendapatan lebih besar, mana yang membuat pengeluaran lebih kecil. Ide-ide itu kemudian di-ranking. Dari yang terbaik sampai yang terkurang. Dari yang terbanyak menghasilkan rupiah sampai yang menghasilkan etos. Perdebatan amat seru karena masing-masing mempertahankan idenya. Terjadi diskusi yang luar biasa intensif, mengalahkan rapat kerja bagian pemasaran. Dari ranking yang dibuat, memang sudah bisa diketahui siapa yang bakal dapat mobil. Tapi, ada yang protes. “Sebaiknya hadiah baru diberikan setelah ide itu jadi kenyataan,” teriaknya. Rupanya, dia ingin membuktikan bahwa meski idenya kalah ranking, dalam pelaksanaannya kelak akan mengalahkan juara ranking itu. Setuju. Kita lihat dulu kenyataan di lapangan. Peluang bagi ide yang ranking-nya di bawah pun masih terbuka. Tentu ide-ide itu masih dirahasiakan. Ini terutama karena masih akan dirumuskan dalam bentuk program kerja nyata di lapangan. Tapi, semua ide memang sangat menarik. Dari sinilah bisa diketahui bahwa Merpati seharusnya tidak akan rugi secara operasional. Kalau ini terlaksana, pemilik dana tidak akan ragu membantu. Alhamdulillah. Tuhan memberkati. Topik berikutnya adalah MA 60. Bagaimana kinerjanya selama ini? Apakah bisa menghasilkan uang dan terutama bagaimana mengembalikan citra yang rusak akibat kecelakaan Kaimana? Banyak juga ide gila yang muncul. Termasuk ide bahwa khusus untuk MA 60 sebaiknya dicarikan pilot bule. Seperti pesawatnya Susi Air. Orang kita lebih percaya kepada bule daripada bangsa sendiri. Ketidakpercayaan orang terhadap MA 60 bisa ditutup dengan pilot orang bule. Huh! Saya benci dengan ide ini. Tapi, demi Merpati saya menerimanya! Maka, setelah enam jam berdebat, tepat pukul 16.00, rapat pun diakhiri dengan lega. Saya bisa segera pulang untuk mandi pagi!

Dahlan Iskan
Menteri  BUMN
Kamis, 29 Desember, 2011 02:35
=========== ===========


DISKUSI:


2.  don4friends:


Dan saya bersyukur sejauh ini, sepanjang yang saya tahu, beliau tidak (belum?) terpancing untuk mendiskusikan panjang lebar peluang beliau di 2014, beliau tidak pusing dengan perdebatan masyarakat apakah langkah beliau itu baik, buruk, tulus, palsu.... That's a leader, siap untuk tidak populer yang penting tahu bahwa usaha yang dilakukan adalah untuk kebaikan.... Masyarakat yang akan menilai....

Kamis, 29 Desember, 2011 03:08
============ ==========

3.  Akbar  Faisal:


Menurut saya yang hebat adalah team suksesi dibelakanglayarnya yang hebat. Termasuk yang menyebarkan berita seperti ini.

Salam,
Faisal
Kamis, 29 Desember, 2011 03:10
=========== ==========

4.  Shaladin:


Makasih sharing infonya..memberikan wacana bagaimana cara menciptakan ide2 kreatif...  Tawarkan situasi yg sulit lalu  beri penyemangat agar keluar dari situasi sulit tersebut...
Semoga merpati bisa terbang lebih tinggi lagi...(Kurangi yg baling2)...
Cheers,

Shaladins,CSRS
Kamis, 29 Desember, 2011 03:25
============== ========

5.  ImingTesalonika:


Diera terbuka ini, nyatalah mereka yang powerful adalah mereka yang ahli dan piawai di dunia media.

Dahlan adalah dedengkot media, tahu urat syaraf dan titik provoking setiap segmen masyarakat. Era terbuka adalah eranya para ahli komunikasi!!

Salam,

Iming
Kamis, 29 Desember, 2011 04:31
=============== =======

6.  Liman Pap:


Pak Faisal yang anggota Dewan Yth ya,

Kita juga akan mendukung Pak Faisal dan siapa saja yang merawat republik dan berbuat kebaikan untuk rakyat, kalau perlu dengan menjadi team sukses Pak Faisal di 2014.



Salam integritas,

Liman
Kamis, 29 Desember, 2011 04:31
=============== =======

7.  Erianto Simalango/Eric Serianto:


untuk mendapatkan sesuatu tentu perlu pengorbanan...
masih ingat? "untuk manggil Tuhan juga ternyata pake duit"
pak Dahlan akan mengorbankan uang pribadinya utk mendapatkan ide kreatif yang luar biasa demi masa depan ribuan orang-orang yang sedang mati hope di merpati...
jadi berkorbanlah untuk mendapatkannya, tidak cukup hanya berjuang....
selamat berkorban dan berjuang... pak Etos..
angkat jempol...

Kamis, 29 Desember, 2011 05:35
============ ==========

8. Yudi Bestira:


Ini Pak Akbar yang politikus? Pantas tanggapannya khas politikus, selalu melihat dari sisi opposite. Mestinya Pak Akbar dukung perubahan yang akan dibawa Pak DI. Perkara dia akan maju di 2014, toh rakyat banyak yg menentukan nanti.. Jangan diambil pusing dulu pak.. Yang penting bagaimana menyelesaikan persoalan saat ini yang ada didepan mata dan menjadi bagian dari tugasnya. Ketimbang teriak2 soal century kagak kelar2 bahkan menjadi komoditas politikus buat narsis di TV dan media buat kepilih lagi di 2014, mending mikirin cara memakmurkan negara ini dengan kemampuan yang ada, seperti yang pak DI lakukan...

Salam
Kamis, 29 Desember, 2011 07:08
================ ======

9.  Hery  Marijanto:


Semoga saja apa yang sudah dilakukan oleh Om Dahlan Iskan bisa menjadi contoh dan teladan yg baik utk menteri menteri lainnya atau juga pemimpin pemimpin lainnya atau utk siapa saja,

Salam hangat penuh cinta,
HMA
Kamis, 29 Desember, 2011 07:15
=============== =======

10.  Nugroho Setiatmadji:


Managers
IMHO, beda pendapat dan beda pandangan pula boleh donk. Apalagi di negara demokratis.
Menurut hemat saya bukan menterinya di sini yang menarik, melainkan cerita caruk maruk di Merpati Nusantara Airlines (MNA). Betapa tidak, data angka-angka pendapatan, kerugian MNA dipaparkan padahal di media manapun sepertinya absen.
Terima kasih untuk berbagi informasi.
Salam

NS
Pengamat
Kamis, 29 Desember, 2011 08:33

============== =========

11.  Saptriono 2006:


Saya jd inget sewaktu bos saya dulu orang Korea, beliau pernah mengatakan "Orang Indonesia itu kalau kerja harus diberi sesuatu dulu baru berbuat, bukan kerja dulu baru diberio sesuatu" ternyata benar apa adanya..
Sepertinya Culture bekerja seperti diatas memang harus dihapuskan agar kita sebagai individu dan karyawan yg diamanahkan jabatan harus saling terbuka dan berusaha berpikir perusahaan mau diapakan kedepannya. Diperusahaan2 PMA Jepang jika merugi mereka selalu berusaha utk dpt mengembalikan keadaan agar profit kembali tanpa pakai iming2 dan jika perlu direktur menyerahkan jabatan, bukan mEnunggundihilangkan atau diturunkan jabatan. Efisiensi dan Produktivitas adalah kunci utama perusahaan bergerak. Namun itu tdk terjadi di Merpati sampai sekarang...

Salam.
Kamis, 29 Desember, 2011 09:03
============== ========

12.  Jantan  Impian:


Jiachhhh kok cuma dapat avansa doank....orang yang korupsi bisa dapat CRV/Fortuner/Alpard, Rumah/Apartemen dengan dengan gampang......

*rakyat yang lagi galau.....

Regards,

ByU
Kamis, 29 Desember, 2011 09:08
========== ============

13.  Yudi Bestira:


Boss... Itu uang pribadi... Bukan hasil korupsi... Coba dibaca baik2...

Salam
Kamis, 29 Desember, 2011 17:19
================ ======

14.  Liman PAP:


Mungkin letak perbedaan antara masyarakat awam dengan politisi adalah politisi selalu berpikir selangkah lebih maju dan berpandangan jauh ke depan sehingga sudah dapat menebak motif Dahlan dan agenda team sukses segala.....
Kekaguman terhadap Dahlan Iskan, mungkin sama seperti kekaguman terhadap Steve Jobs yang inovatif. Bedanya Dahlan Iskan adalah seorang Menteri (dulu Tanri Abeng?), yang kinerja dan gebrakannya di PLN sebelumnya membuat orang awam terkaget-kaget karena tidak mirip dengan ciri-ciri birokrat umumnya sehingga menimbulkan euforia begitu seharusnya pejabat bersikap.
Just as simple as that!

Liman
Kamis, 29 Desember, 2011 19:39

=============== ========

15.  Luckfi Nurcholis:


Dear Managers,
 
Cerita yang bagus..
Saya jadi tahu keadaan Merpati separah itu, pantas saja penerbangan Batam-Bandung ditiadakan.
Inspiratif, meskipun cara menangani kebrobrokan di Merpati ini harus dibuktikan dulu keberhasilannya. Semoga saja sukses!
 
Cheers,
 
Luckfi
-yang melihat dari sisi managementnya bukan dahlan iskannya-
Kamis, 29 Desember, 2011 20:31
=============== =======

15.  BERSAMBUNG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar